Sabtu, 08 Mei 2010

ISLAM MULTIKULTURAL



Dalam buku ini mengkaji tentang bagaimana syari’at Islam melingkupi berbagai budaya yang ada, yang sifatnya multikultural (majemuk), sehingga syari’at Islam yang bersumber dari Al qur’an dan Al hadist harus dapat menjadi norma etika dan moral yang bersifat universal (menyeluruh) dan berlaku bagi semua masyarakat yang beraneka ragam suku, bangsa, dan adat-istiadat yang berbeda-beda termasuk perbedaan agama di dalamnya.
Dalam buku ini dijelaskan Islam harus dapat bertindak sebagai agama yang adil, damai, menjunjung tinggi nilai persatuan, persamaan , menghargai perbedaan dan memandangnya sebagai sebuah kekayaan bukan sebagai dua hal signifikan yang harus diperdebatkan, telebih lagi Islam lahir sebagai rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi semua alam).
Pada intinya perbedaan jika dipandang sebagai suatu kekayaan tidak akan menimbulkan konflik dan memicu mosi saling membenarkan budaya / agama masing-masing yang menganggap agama / budaya sendiri sebagai agama / budaya yang paling benar dan paling baik dri pada agama-agama / budaya-budaya lain. Sebab pada dasarnya manusia lahir dengan cirri khasnya masing-masing sehingga tidak bias disamaratakan baik pikiran maupun cara pandang mereka. Sehingga suatu budaya atau agama tidak bias dipaksakan pada manusia yang lahir dengan cirri khasnya. Begitu juga di Indonesia, Negara telah menciptakan UU tentang kebebasan memeluk agama dan kepercayaan sesuai dengan keyaqinannya (pasal 29 (2)). Sedang dari Islam / Al qur’an sendiri telah menyatakan bahwa Islam datang dengan kebebasan, tanpa kekerasan / paksaan. Dalam QS. Al kafirun: 6 juga sudah dinyatakan “Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku”. Hal ini berarti setiap manusia bebas mengekpresikan dirinya terhadap suatu kepercayaaan yang diyaqininya, dengan dalih / pandangan tidak akan mengusik / mencampuri kepercayaan orang lain.
Sebagai bangsa yang adil dan mengakui kemajemukan (pluralistik) kebudayaan, yang dalam semboyan bangsa sebagai “Bhineka Tunggal Ika ( berbeda-beda tetepi tetep satu)” tidak sepatutnya mendoktrin ataupun memihak pada salah satu agama / etnis tertentu. Pada intinya pluralistic budaya dan agama yang ada semuanya adalah benar dan baik, sehingga sebagai WNI sekaligus umat yang beragama kita tidak boleh bersikap apatis dan eksklusif absolute terhadap segala yang ada.
Untuk mengantisipasi adanya konflik antar etnis atau agama kita harus mengambil jalan tengah untuk menggalang kerukunan hidup beragama agar dapat hidup selaras dan berdampingan antara lain : 1) memandang bahwa semua agama / budaya adalah sama baiknya 2) meninjau kembali agama sendiri dalam konfrontasinya dengan agama lain (reconception). Dengan jalan ini orang akan makin mengenal agamanya sendiri dan akan melihat hal inti yang baik dalam agamanya itu terdapat juga dalam agama-agama lain. Denganm demikian, setiap pemeluk agama akan berpandangan bahwa dalam perbedaan masih terdapat persamaan (dalam hal ini bukan masalah ajaran tetapi inti kebaikan ajaran), sehingga kehidupan manusia dapat berjalan dengan baik dan toleran serta menghargai ditengah-tengah pluralnya agama dan cultural yang ada.
Secara histories pluralisme agama memang sudah menjadi suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari, karena hal itu merupakan sunatullah, bahwa semua yang yang ada di dunia sengaja diciptakan dengan penuh keragaman, termasuk agama. Menanggapi hal yang sudah ditakdirkan tersebut harus kita sambut dan terma denga baik,dengta memandang bahwa semua perbedaan adalah kekayaan bukan menjadikan alasan untuk perpecahan.
Begitu juga dengan kehidupan berbangsa (wathoniyyah), Negara mempunyai tugas untuk menjadi conflict management (mengelola ketegangan) sebagai akibat pluralnya etnis, suku, agama maupun ras yang rawan sekali terjadi perbedaan dan timbul konflik peran Negara sebagai conflict management tersebut harus difungsukan dengan baik.
Pada dasarnya Islam mengakui pengelompokan manusia dalam sebuah bangsa (QS :Alhujurat :133),tetapi Islam melarang perpecahan atas pengelompokan itu (QS : Ali Imron : 105). Sehingga Islam melarang keras sikap chauvinisme dan nasionalisme yang sempit dalam memandang pluralisti budaya dan agama-agama di sutu bangsa.
Multikultural adalah sebagai bagian dari Islam inklusif, maksudnya Islam hadir sebagai wajah tersenyum dalam menanggapi pluralistik budaya, agama, etnis ,suku dan ras yang berkembang di lingkungannya. Hal ini membuktikan bahwa Islam bukanlah agama yang eksklusif absolute, apatis dan penuh doktrin, Islam tampil sebagai wajah baru yang penuh cinta kasih, yang juga mempunyai tauhid social, selain tauhid agama yang tinggi. Islam multi cultural lahir dengan kalimah sawa’ (persamaan) sehingga manifestasi keadilan, kesetaraan, dan persamaan bangsa.
Islam multicultural lahir sebagai bentuk perspektif teologis tentang penghargaaan terhadap keragaman lain (the others). Dalam kajian Islam multikulturalis yang menghargai budaya lain Islam memperoleh legitimasi dari ayat Al qur’an dan Hadist untuk membuktikan bahwa Islam bukan Agama doktrin yang eksklusif absolut. Islam dapat bertransformasi menjadi bentuk lunak yang rahmatan lil ‘alamin.
Dasar dari ajaran Islam adalah perdamaian (sulh), pengampunan (afw), nirkekerasan (lyn), dan berkeadaban (madani), sehingga dalam menghadapi multicultural Islam hadir dengan kalimah sawa’nya (persamaan) yang toleran (tasamuh),terhadap segala perbedaan dan keragaman (ta’awuniyyah).
Dalam menghadapi pluralistik Islam mempunyai 3 prinsip dasar yaitu :
1). Plural as usual yaitu kepercayaan dan praktik kehidupan bersama yang menandaskan kemajemukan sebagai suatu hal yang lumrah dan tidak perlu diperdebatkan atau dipertentangkan. Sehingga prinsip ini menggarisbawahi pemahaman keagamaan dan kultur pluralis bahkan multikulturalis bukan pemahaman yang eksklusif dan skriptualis yang sering terperangkap dalam kebaikan dan kebenaran matrealistik yang terbagi sendiri hanya untuk kelompok sendiri yang seagama.
2). Equal as usual merupakan normatifitas bagi kesadaran baru mengenai realitas dunia yang plural. Teori ini menyatakan bahwa meskipun tafsiran atas realitas mutlak yang menjadi pusat keimanan para penganut agama-agama itu adalah sama, meskipun tafsiran atas realitas mutlak secara esensial tetap beragam. Pluralisme berarti penghargaan terhadap system keimanan agama / kebudayaan lain, penghargaan terhadap absolutisme dengan mengetahui batas-batasnya sehingga tetap memberi ruang bagi absolutisme agama lain. Pluralisme mengajak pada agama-agama dan budaya-budaya untuk berpindah dari pemusatan atas “diri” kepada “yang suci” untuk mengeliminer perbedaan-perbedaan yang ada.
3). Sahaja dalam keragaman (modesty in diversity) yaitu bersikap dewasa dalam menghadapi keragaman dengan menghendaki kebersahajaan yakni sikap moderat yang menjamin kearifan berpikir (open mind) dan bertindak jauh dari fanatisme yang sering menghalalkan berbagai cara dan kekerasan untuk mencapai tujuan. Sehingga langkah tepat dari kesahajaan adalah mendialogkan berbagai pandangan keagamaan dan kultural tanpa diiringi tindakan pemaksaan dan kekerasan.
Dalam menciptakan Islam yang shohih sepanjang masa dan zaman yang hidup di era global dan multicultural sikap kita adalah dengan :
1). Menegakkan kalimah sawa’yaitu mengakui keragaman lain (the others) sebagai suatu kesamaan untuk memanifestasi keadilan, persamaan dan kesetaraan.
2). Menyulam ragam dan merajut harmoni, maksudnya menjadikan perbedaan sebagai kesatuan dan kekayaan dengan selalu mengembangkan sikap toleran dan menghormati budaya atau agama lain.
3). Menebar amanah dan memupuk husnudzan, maksudnya Islam harus dapat memenuhi janji dan memelihara kepercayaan serta menjauhi prasangka-prasangka mencurigai budaya atau agama lain. Sehingga pola piker kita hanya terarah pada hal yang baik-baik saja. Selain itu sikap amanah (mutual trust) harus dilakukan oleh umat Islam agar kepercayaan budaya / agama lain tetap ada pada kita guna menumbuhkan kehidupan harmoni yang mantap.
4). Menenun solidaritas dan benang pengorbanan, maksudnya umat Islam harus menggalang ukhuwah (persaudaraan) dan ta’awun (tolong menolong) dengan etnis, budaya atau agama lain.
5). Menyemaikan anti kekerasan dan menuai perdamaian, maksudnya Islam tidak mengenal suatu bentuk ancaman, pemaksaan ajaran pada agama atau budaya lain. Islam hanya menuai kehidupan toleran, damai dan berkeadaban (madani) yang jauh dari kriminalitas dan kekerasan.
6). Menanam ma’af dan mengetam ampunan, yaitu Islam mempunyai cirri khas ajaran yang sabar, menepati janji, rendah hati, sedaerhana, dan pema’af terhadap setiap manusia tidak pandang seagama atau tidak.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa memang di peradaban negri yang semakin maju ini kita tidak mungkin menghindar dari adanya perbedaan. Karena hal tersebut merupakan suatu hal yang lumrah dan wajar. Multikulturalitas yang terus berkembang adalah sudah menjadi takdir Tuhan. Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam yang mempuyai sumber ajaran berupa Alqur’an dan Hadist sudah sepatutnya tampil sebagai suri tauladan. Pluralnya etnis, suku, bangsa, budaya dan agama yang ada sekarang ini harus dipandang sebagai suatu kesatuan dan kekayaan. Sehingga sikap menghargai dan menghormati budaya orang lain harus kita utamakan, tentunya dengan tidak meninggalkan budaya sendiri. Begitu pula dengan pluralnya agama-agama sekarang ini setidaknya kita sebagai umat Islam harus siap dan tersenyum dengan pluralnya mereka, karena pada kenyataannya hal tersebut suadah ditegaskan dalam al kitab dan hadis. Perbedaan-perbedaan tersebut harus kita nilai sebagai sunatullah yang harus ada di zaman modern ini, tentunya kita sebagai ummat muslim dan sebagai warga negara yang baik harus selalu menghindarkan dan mengantisipasi terhadap setiap perbedaan yang timbul yang dapat memicu adanya konflik, perpecahan, dan permusuhan bangsa. Tetapi perpecahan atau permusuhan dari adanya multikultural itu tidak akan timbul selama kita masih saling menghargai, menghormati agama atau budaya lain . Dan meninggalkan sikap apatis, fanatik, eksklusif absolute, chouvinisme serta mengungulkan dan menganggap paling baik dan benar budaya atau agama sendiri di atas budaya atau agama lain. Dengan begitu pasti kita dapat hidup selaras, sejajar dan bedampingan ditengah-tengah multikultural. Pada intinya dalam Islam multikultural adalah Islam tetap tersenyum menyambut datangnya berbagai bentuk kemajemukan (pluralitas) bahkan multikulturalis yang ada di dunia. Dengan prinsip-prinsip dasarnya Islam mampu bertahan dan eksis di dunia plural dengan menjadi sosok agama yang cinta damai serta universal yang melingkupi semua etnis, suku, bangsa, budaya dan agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar